Thursday, January 12, 2012

Sejenak Mengingat Sahabat

Pagi ini sesuai jadwal saya berencana untuk mengurus perpanjangan SIM (Surat Izin Mengemudi Mobil) yang sudah habis masa berlakunya pada hari kelahiran saya nanti. Saya pun berangkat menuju parkiran sebuah Mall di Depok, sesuai Jadwal di sanalah mobil keliling SAMSAT akan singgah. Sampai di sana sudah ramai orang menunggu antrian, seketika saya langsung mendaftar untuk mendapatkan nomor antrian, setelah nomor antrian saya dapati, saya kembali duduk pada kursi antrian sambil menunggu giliran nomor saya di panggil.

Suasana pagi yang masih membuat saya terkantuk membuat saya tertuju pada suatu pandangan, seketika saya menangkap sosok wanita yang selama ini saya rasa pernah mengenalnya, Ketika saya ingin beranjak menegurnya seketika terhenti, dia membalikan tubuhnya dan ternyata orang itu bukan dia, saya pun mengurungkan niat saya untuk menegurnya karena ternyata bukan dia. Anna, mungkin nama ini tak asing dalam hidup saya, mungkin karena suasana pagi hari dan sedikit mengantuk membuat saya salah dalam melihat, atau entah terdorong oleh rasa rindu dalam hati ini kepadanya.

Anna dan Heny, dua sahabat dari masa lalu yang pernah mengisi hari-hari saya ketika saya duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Sebuah sekolah negeri yang terhitung terbaik di Jakarta Timur ini sudah mempertemukan kami dan mengukir cerita indah diantara kami. Anna yang berasal dari keluarga militer yang cukup di pandang terlihat lebih unggul dalam segala hal, Henny yang berasal dari keluarga sederhana sebagai penengah diantara kami sedangkan saya yang terlahir dalam lingkungan keluarga pendidik selalu menentang pemikiran mereka (he.he.he....tapi tetep akur).

Menyusuri sepanjang jalan kramat jati bersama, gedung sekolah di pinggir jalan Hek yang kini berdiri megah dan sudah banyak berubah itu menjadi saksi persahabatan diantara kita. Di bawah tiang gawang Basket itu kita pernah bersama, bersenda gurau sambil menanti bel masuk sekolah dan di sanalah kita pernah mengukir kisah indah persahabatan.

Tak bisa di pungkiri bertemu kalian membuat saya lebih percaya diri menghadapi kehidupan, walau pun keluarga saya sering memprotes kedekatan kami tak membuat serta merta merubah pandangan saya seperti yang di tuduhkan keluarga saya. Maklum saya bersal dari keluarga pendidik yang memiliki dasar agama yang kuat, membuat mereka berbeda pandangan dengan saya.

Di bangku sekolah menengah atas (SMA) kami terpisah karena orang tua saya tak ingin saya berada di tempat yang sama dengan mereka, tetapi hal ini tak membuat kami kesulitan untuk tetap bertemu. sepulang sekolah, bahkan saya sengaja diam-diam pindah dari salah satu lembaga bimbingan belajar yang terkenal bagus di Jakarta ke salah satu bimbingan belajar biasa di mana mereka berada (ini membuat ibu saya kemudian marah pada akhirnya).

Suatu hari Anna memperkenalkan saya pada seorang temanya, lelaki yang baik, sederhana dan pintar bermain gitar. Dua kali bertemu dia mengajak saya untuk nonton di sebuah theater film, di sana ternyata dia menyatakan cintanya kepada saya. Seperti wanita muda pada umumnya, saya merasa tersanjung karenaya, Kita baru dua kali bertemu dan saya belum begitu mengenalnya, tak mungkin secepat itu saya percaya dia menginginkan saya lebih dari sekedar teman. "Gak semudah itu gue percaya dia suka sama gue dan pengen jadi pacar gue na...!" ucapku meragukanya. Anna terus meyakinkan ku akan perasaan lelaki itu kepada ku, bahkan Anna membawaku ke rumahnya dan ternyata sudah ada dia di sana, lelaki itu kembali meyakinkan saya bahkan dia menciptakan lagu khusus untuk saya dan menyanyikan lagu yang berjudulkan nama saya itu dengan alat musik gitarnya, layaknya ABG lainya (Anak Baru Gede) tersanjung tentu mendengar lantunan lagu yang dia buat untuk saya. "Gue rekam ini di studio nanti kasetnya gue kasih ke elo buat kenangan lo maukan dateng ke studio besok", ucapnya lagi.

Pagi itu sesuai janji saya akhirnya menuju lokasi tempat kami berkumpul untuk kemudia ke studio rekaman, tetapi karena suatu hal saya terlambat datang dan ternyata saya sudah di tinggalkan. Karena kesal mereka tak menunggu, saya kemudian kembali pulang. tak berapa lama dia menelpon saya menjelaskan kenapa mereka memutuskan untuk tidak menunggu saya. Sejenak saya marah dan kesal dan berujung pada penolakan saya akan perasaan lelaki itu.

Kemudian Anna mengingatkan keputusan yang di ambil pada saat saya emosi, karena perdebatan itu akhirnya kami terpisah. tak pernah lagi saya temui dirinya di bimbingan belajar bahkan tak pernah lagi kami bertemu sepulang sekolah. Karena itu akhirnya saya memutuskan kembali ke bimbingan belajar tempat pilihan ibu saya semula.

Tiga tahun tak bertemu selepas SMA saya meneruskan keperguruan tinggi, entah mengapa saya begitu ingin bertemu dengan mereka, Rindu ini membawa saya untuk berani menelpon Anna di rumahnya. Sekali...mereka bilang salah sambung (gak mungkin fikirku, karena aku hafal sekali nomor ini), dua kali...tak ada di rumah jawab mereka di sana dan kemudian yang ketiga kalinya baru lah... mereka menjelaskan apa yang terjadi pada Anna, Ingin menangis rasanya, bagai di sambar petir hati ini merasakan kepedihan orang tuanya yang bercerita panjang lebar mengenainya. Tak hentinya saya berfikir, kemana kamu, dimana kamu, kenapa kamu lakukan ini kepada orang tua yang sudah membesarkan kamu.

Kemudian saya beranikan diri menghubungi Henny lewat surat dengan harapan dia tahu ada dimana Anna (karena saya tidak tahu telpon Henny dan saya tak tahu apakah Henny masih tinggal di sana atau tidak karena yang saya tahu dia dan keluarganya mengontrak rumah di sana). Mendapatkan balasan dari Henny pada akhirnya membuat saya sedikit lega, sambil terus bertanya-tanya mengapa ini kamu lakukan. Akhirnya saya meminta kepada Henny untuk bertemu dan bersama-sama menjenguk Anna. Sesuai janji kami akan bertemu di suatu tempat, sekian lama saya menunggu tak saya temui kalian di sana, entah apa mungkin kalian memperhatikan saya dari kejauhan atau kah tidak, atau mungkin kalian benar-benar tidak datang karena belum siap bertemu dengan saya.

Saya akhirnya pasrah, mungkin benar kalian belum siap bertemu dengan saya. Setidaknya saya tahu kabar mereka baik-baik saja, saya memutuskan fokus pada kelulusan saya dari gelar sarjana. Lima tahun kemudian saya mendapatkan telpon dari Anna dan Henny, begitu bahagianya saya mendengar suara teman yang selama ini saya rindukan untuk bertemu. Akhirnya kami berjanji bertiga untuk bertemu kembali di sebuah Mall.

Seperti layaknya tiga orang sahabat yang tak pernah bertemu, saya terus berangan-angan membayangkan pertemuan nanti. Tiba-tiba saya mendapatkan telpon dari suami Anna, dia menceritakan masalah rumah tangganya bersama Anna dan meminta tolong kepada saya agar saya ikut denganya sebagai penengah untuk menyelesaikan masalah mereka itu (karena dia tahu saya punya janji untuk bertemu dengan Anna), yang sudah menjadi kompleks karena Henny juga sudah ikut campur dengan urusan rumah tangga mereka. Tentu saja saya menolak, buat saya masalah keluarga adalah intern mereka dan saya tak berhak ikut campur di dalamnya, apa lagi setelah lima tahun tak bertemu, tiba-tiba masuk dalam masalah rasanya tak baik untuk saya. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak datang saat itu dengan harapan kalian dapat selesaikan urusan rumah tangga kalian sendiri.

Maaf kan saya Anna dan Henny malam itu saya tak datang, karena saya yakin kalian bisa selesaikan masalah kalian sendiri. Saya hanya lah teman dari masa lalu yang begitu merindukan kalian, mungkin saya tak seperti Henny yang selalu ada di sisi kamu untuk membela kamu, tetapi saya selalu disini menanti kalian untuk siap bertemu dengan saya. Menyambung tali silaturahmi yang terputus, mengenang masa-masa kebersamaan. Walau Visi kita mungkin kini berbeda, tetapi saya yakin jauh di lubuk hati kalian ada saya teman terbaik kalian.